18 Januari 2017

MUHAMAD FAJRI SALIM

Dia lelaki yang tersayat pisau di jemarinya.
Darah yang masih muda bercucuran dikaos yang dikenakannya.
Dibersihkan dengan alkohol, mengerang kesakitan lukanya begitu dalam.

Dia lelaki yang terkena panas knalpot dilengannya beberapa hari setelahnya.
Kulitnya melepuh panas, terkoyak terlihat jaringan kulit yg masih kencang.

Usianya baru dua tahun, lukanya menunjukan dia lelaki yang kuat kelak.

Betapa aku sedih melihat luka seperti itu pada anak sekecil dia.
Namun tak ada air mata padanya.

Dia fajri anak lelaki ku.
Muhamad Fajri saalim.

Bogor, 2016

DANESHA RATIFAH

AKu sayang kamu !
Wajahnya tersipu malu membalas kata-kata ku

Kamu cantik !
Wajahnya mulai ia sembunyikan, ia malu.

Peluk aku!
Lengannya mulai melingkar di leherku.

Tingkah yang seperti itu selalu kita ulang.
Entah sampai kapan akan kita ulang.
Entah berapa banyak akan diulang.

Aku sayang kamu!
Kamu cantik!
Peluk aku!

Anak ku danesha ratifah

Bogor 2016

Kereta

Tahukah engkau, Setiap aku masuk kereta aku merasa seperti masuk pada dimensi lain Yang berbeda.

Ketika Waktu masih terlalu pagi tapi mungkin tidak untuk kami kaum urbanis. Disana, diatas kereta. Mereka (penumpang) memulai dengan kehidupan sendiri sendiri, memandangi layar ponsel, membaca novel, atau mendengarkan musik melalui headset. Sekedar Hanya Berusaha mengawali hari dengan mencoba menikmati perjalanan dengan cara apapun. Mengusir bosan dengan laku apapun menangkal rasa kantuk dengan apapun cara yg bisa dilakukan.

Kereta dihari kerja sangat kentara dari wajah para penumpangnya, tidak sedikit yang terlihat masih mengantuk, karena sangat jelas terlihat wajah wajah yang susah payah menahan sisa rasa lelah yang belum juga tuntas dibunuh semalam. ada juga yang sudah kalah lalu menyandar kepalanya di bahu penumpang sebelah, sedang sebelahnya merasa risih lalu  dimajukan badannya maka tersungkurlah kepala yang tak berdaya itu dan segera bangkit. Lalu terpejam lagi seperti tak ada pertahanan diri sehingga rasa kantuk sangat mudah merasuk.

Ada pun yang berbincang, tapi kurasa perbincangannya Tak akan jauh dari rutinitas semu yang sebentar lagi akan mereka lakukan di kantor sekolah kampus dan lain sebagainya, karena ini kereta fajar pada jam reguler, dimana penumpangnya adalah para pekerja kantor anak sekolah atau anak muda paruh baya yang berkuliah. entah ada pencari nafkah lain atau profesi diluar itu, pedagang mungkin. aku tidak tahu. maksudku pakaian mereka terkesan formal dengan balutan seragam, setelan jas atau kemeja walau bercelana jins. ada juga yg berkaos tapi masih terkesan formal dibalik jaket kulit atau beludrunya. Maksud ku tidak ada yg berpakaian santai selayaknya dirumah atau hendak pergi untuk bersantai.

Mereka sangat siap sepertinya untuk menghadapi Setiap kenyataan pagi, itu sebabnya ia membawa amunisi dari rumah walau sekedar roti isi atau tahu isi yang dibeli di dekat stasiun pagi sekali lalu dimakannya diatas kereta, tak perduli didepannya ada yang memandang dengan takjub Setiap suapan. Didalam hari ada kemungkinan, dan kemungkinan yang paling niscaya adalah kita tak akan sempat sarapan tak akan sempat lagi tersenyum, tak akan sempat lagi naik kereta pagi, Tak akan sempat lagi bekerja tak akan sempat lagi menikmati menjadi kaum urbanis. Tak akan sempat lagi bangun pagi, malam, siang dan selamanya. Dalam kata lain nikmati saja apapun keadaannya manfaatkan senyaman mungkin sebaik mungkin keadaan yang sedang berjalan.

Ah sudahlah mungkin saya hanya terlalu terbawa perasaan yang sangat butuh bersantai, atau mungkin saya sudah lelah. Saya rindu berlibur dengan celana pendek kaos oblong sandal gunung lalu Menikmati pandangan liar mereka, karena kami  memunggungi ransel ransel besar berisi kepenatan. sekedar berjalan melihat dunia dari sudut yang berbeda dari balik lensa kamera Atau melihat dari sudut berbeda sebagai manusia yang bebas terhadap mereka yang terjebak semu nya rutinitas. Tertawa lepas dialam bebas. Menikmati hari-hari paling tidak dua sampai tiga hari menyesapi sepi bersama kawan dengan secangkir kopi. Bukan tujuan yang kami cari tapi perjalanan yang ingin dinikmati.

Sekarang saya masih diatas kereta pagi pada jam reguler semua masih terlihat sama, masih terdengar sama hanya bunyi mesin kereta yg memecah kesunyian gerbong kereta, hanya beberapa kali terdengar tawa renyah anak sekolah, selebihnya hanya pasrah dengan keadaan. Tapi sepertinya saya merasa paling bahagia dikereta hari ini, setidaknya di gerbong  kereta ini. Mereka seperti memandang aneh kearah saya, mungkin karena saya tak berseragam, tak sama membawa tas kerja tak sama seperti hendak bekerja. Ya saya hari ini ingin berlibur